Benarkah Makan Malam Bikin Gemuk
Benarkah Makan Malam Bikin Gemuk?
Makan malam sering kali menjadi topik perdebatan dalam perbincangan seputar diet dan kesehatan. Ada anggapan yang cukup populer di masyarakat bahwa makan malam, terutama jika dilakukan di atas jam tertentu (misalnya setelah jam 7 atau jam 8 malam), akan langsung memicu kenaikan berat badan. Sebagian orang bahkan rela melewatkan makan malam demi menjaga agar tubuh tidak melar. Namun, apakah benar bahwa makan malam selalu menjadi ‘biang keladi’ kenaikan berat badan? Apa saja faktor yang sebenarnya berperan dalam proses penambahan lemak tubuh? Artikel panjang ini akan membahas secara komprehensif, dengan mengacu pada beberapa hasil penelitian, mengenai korelasi antara waktu makan malam dan peningkatan berat badan.
1. Pendahuluan: Mengapa Makan Malam Sering Disalahkan?
Sebagian besar orang memulai hari dengan sarapan, dilanjutkan makan siang, dan kemudian makan malam. Seiring dengan kesibukan sehari-hari, makan malam sering kali menjadi momen makan terbesar atau paling menyenangkan karena bisa dilakukan dengan santai setelah semua aktivitas selesai. Namun, tradisi atau kebiasaan ini kerap dikaitkan dengan persepsi bahwa kalori yang dikonsumsi saat malam hari ‘lebih mudah’ berubah menjadi lemak, sehingga memicu peningkatan berat badan.
Ada beberapa alasan mengapa makan malam mendapat label buruk semacam itu:
-
Aktivitas yang Lebih Rendah di Malam Hari
Ketika malam tiba, kita cenderung mengurangi aktivitas fisik. Hal ini dianggap membuat kalori yang dikonsumsi tidak banyak terpakai untuk energi, lalu menumpuk menjadi lemak. -
Kebiasaan Ngemil yang Menyertai
Makan malam sering disertai kebiasaan ngemil setelahnya, entah itu camilan ringan, dessert manis, atau sekadar kudapan gurih. Pola inilah yang kerap dituduh sebagai penyumbang kalori berlebih. -
Gangguan Pola Tidur
Beberapa orang melaporkan kesulitan tidur atau merasa tidak nyaman bila makan terlalu dekat dengan jam tidur. Gangguan tidur sendiri dapat berdampak pada kenaikan berat badan karena mengganggu keseimbangan hormon pengatur nafsu makan seperti leptin dan ghrelin.
Anggapan-anggapan ini menumbuhkan stigma bahwa ‘makan malam bikin gemuk.’ Akan tetapi, apakah benar waktu makan adalah faktor penentu mutlak, atau ada variabel lain yang lebih berperan?
2. Asal-Usul Pandangan tentang Makan Malam
Konsep bahwa makan malam bikin gemuk bukanlah hal baru. Dalam beberapa kebudayaan, makan setelah matahari terbenam acap kali dipandang sebagai kebiasaan buruk. Hal ini kontras dengan pola makan tradisional di beberapa negara Eropa, seperti Spanyol dan Italia, di mana justru jam makan malam umumnya lebih larut (sekitar jam 8–9 malam) dibandingkan kebiasaan di Asia. Meski demikian, angka obesitas di negara-negara tersebut tidak lebih tinggi hanya karena jam makan malam mereka yang cenderung lebih larut.
Di sisi lain, revolusi industri dan perkembangan penelitian gizi membuat banyak ahli mulai menaruh perhatian pada ritme sirkadian, yaitu jam biologis tubuh manusia yang memengaruhi proses metabolisme sepanjang hari. Dari sudut pandang ritme sirkadian, tubuh memiliki ‘jam tubuh’ yang dapat memengaruhi efisiensi pembakaran kalori pada waktu-waktu tertentu. Penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa metabolisme bisa sedikit lebih lambat di malam hari dibandingkan siang hari, tetapi perbedaannya tidak selalu signifikan.
Penelitian-penelitian awal di bidang nutrisi sering berfokus pada asupan kalori total per hari tanpa memedulikan waktu makan. Namun, ketika isu makan malam dan late-night snacking (kebiasaan ngemil larut malam) makin populer, para peneliti mulai merancang studi untuk menelusuri apakah benar ada hubungan langsung antara makan di jam malam dengan kenaikan berat badan.
3. Pengaruh Waktu Makan terhadap Berat Badan
3.1 Kalori Masuk vs. Kalori Keluar
Secara fundamental, penambahan atau penurunan berat badan ditentukan oleh keseimbangan antara kalori yang masuk (dari makanan dan minuman) dan kalori yang keluar (melalui aktivitas fisik dan proses metabolisme basal). Ketika tubuh berada dalam surplus kalori—artinya asupan kalori lebih besar daripada yang digunakan—berat badan cenderung meningkat. Sebaliknya, ketika tubuh berada dalam defisit kalori, berat badan pun cenderung turun, terlepas dari waktu makan tersebut dikonsumsi.
Beberapa studi menegaskan bahwa faktor terpenting dalam pengendalian berat badan adalah total asupan kalori harian serta keseimbangan makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak), bukan hanya waktu konsumsinya. Meskipun demikian, ada pula penelitian yang menemukan korelasi antara makan lebih larut dan peningkatan berat badan, tetapi sering kali penelitian tersebut tidak bisa memisahkan pengaruh waktu makan dari kebiasaan pola makan yang tidak sehat, seperti konsumsi camilan berkalori tinggi di malam hari.
3.2 Ritme Sirkadian dan Metabolisme
Ritme sirkadian adalah siklus biologis 24 jam yang mengatur berbagai proses fisiologis dalam tubuh, termasuk produksi hormon, sistem pencernaan, dan pola tidur-bangun. Beberapa studi menunjukkan bahwa sensitivitas insulin dan kemampuan tubuh memetabolisme glukosa bervariasi sesuai ritme sirkadian.
-
Penelitian pada Tahun 2013 di American Journal of Clinical Nutrition
Sebuah penelitian melibatkan sekelompok partisipan yang dibagi menjadi dua: mereka yang mengonsumsi makanan utama lebih awal (sekitar jam 1 siang) dan mereka yang mengonsumsi makanan utama lebih larut (sekitar jam 4–5 sore). Meskipun keduanya mengonsumsi total kalori harian yang sama, kelompok yang makan lebih awal mengalami penurunan berat badan sedikit lebih cepat. Namun, para peneliti juga menekankan bahwa perbedaan ini tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan faktor-faktor lain seperti aktivitas fisik dan kualitas pola makan secara keseluruhan. -
Studi pada Tahun 2020 di Nutrients Journal
Sebuah meta-analisis pada jurnal Nutrients menyimpulkan bahwa orang yang makan larut malam memang cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih tinggi. Akan tetapi, faktor pemicu lain seperti kebiasaan ngemil di malam hari, gangguan tidur, dan stres ikut berkontribusi. Dengan kata lain, bukan semata-mata karena makan malamnya, melainkan kombinasi faktor gaya hidup.
4. Hasil Penelitian Terkait Makan Malam dan Kenaikan Berat Badan
Untuk memahami lebih jauh, berikut beberapa temuan hasil penelitian lain yang sering menjadi rujukan:
-
Penelitian di Northwestern University (2009)
Studi ini meneliti kebiasaan makan malam pada sekelompok tikus. Tikus yang diberi makan di jam-jam yang “tidak wajar” (terbalik dengan jam biologisnya) mengalami kenaikan berat badan lebih signifikan dibandingkan tikus yang makan di jam-jam normal. Meski hasil ini tidak bisa serta-merta disamakan dengan manusia, temuan ini memicu penelitian lebih lanjut pada manusia terkait dampak makan di luar ritme sirkadian. -
Studi Observasional di Spanyol (2013)
Studi ini melibatkan ratusan partisipan yang mengikuti program penurunan berat badan. Mereka yang terbiasa makan siang (yang merupakan makanan utama di Spanyol) di waktu lebih lambat dari jam 3 sore cenderung menurunkan berat badan lebih lambat dibandingkan mereka yang makan sebelum jam 3 sore, walaupun total asupan kalorinya mirip. Hal ini mendukung gagasan bahwa keterlambatan waktu makan—termasuk makan malam—berpotensi memengaruhi laju penurunan berat badan, tetapi tetap disimpulkan bahwa faktor gaya hidup dan jumlah asupan kalori total lebih dominan. -
Penelitian di University of Alabama (2017)
Penelitian ini mempelajari konsep “early time-restricted feeding” (eTRF), di mana peserta hanya makan dalam rentang waktu tertentu pada pagi hingga sore hari (misalnya dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang), lalu berpuasa hingga keesokan paginya. Hasilnya, kelompok yang menerapkan eTRF dilaporkan memiliki sensitivitas insulin yang lebih baik dan merasa lebih kenyang di malam hari, walau perbedaan berat badan tidak selalu signifikan setelah beberapa bulan. Ini menegaskan bahwa mengatur jendela waktu makan dapat memberikan manfaat metabolik tertentu, tetapi tidak serta-merta menjadikan makan malam sebagai biang utama kegemukan.
5. Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Berat Badan
Meski beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh waktu makan terhadap berat badan, kita juga harus memerhatikan faktor lain yang jauh lebih menentukan. Berikut beberapa di antaranya:
5.1 Kualitas Nutrisi dan Pola Makan
Bukan cuma soal kapan kita makan, melainkan apa dan berapa banyak yang kita makan. Jika makan malam didominasi oleh makanan tinggi lemak jenuh, gula, dan karbohidrat sederhana, tentu kalori yang masuk lebih besar dan kualitas nutrisinya juga kurang baik. Pola makan semacam ini, kapan pun dikonsumsi—pagi, siang, atau malam—dapat memicu kenaikan berat badan apabila melebihi kebutuhan energi harian.
5.2 Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu penyebab utama kenaikan berat badan. Meski makan malam dilakukan pada jam normal, jika sehari-hari hanya duduk atau beraktivitas minimal, maka kalori yang masuk tidak tersalurkan. Hal ini dapat menyebabkan surplus kalori yang pada akhirnya memicu penambahan lemak tubuh.
5.3 Durasi dan Kualitas Tidur
Kurang tidur atau gangguan tidur mengubah keseimbangan hormon pengatur nafsu makan—leptin dan ghrelin—yang dapat meningkatkan selera makan dan menurunkan rasa kenyang. Alhasil, meski waktu makannya sama, orang yang mengalami kurang tidur sering kali mengonsumsi lebih banyak kalori, terlebih pada malam hari saat muncul rasa lapar dan keinginan ngemil.
5.4 Stres dan Faktor Psikologis
Stres memicu tubuh untuk menghasilkan hormon kortisol. Hormon ini dapat meningkatkan nafsu makan, terutama terhadap makanan tinggi gula dan lemak, yang kerap diistilahkan sebagai comfort food. Bila tidak dikelola dengan baik, stres dapat mendorong seseorang makan berlebihan pada malam hari sebagai mekanisme pelampiasan emosi.
5.5 Kondisi Medis dan Genetik
Kondisi medis seperti hipotiroidisme, sindrom ovarium polikistik (PCOS), serta penggunaan obat-obatan tertentu dapat memengaruhi berat badan secara signifikan. Selain itu, faktor genetik juga menentukan kecenderungan tubuh untuk menyimpan lemak. Ini berarti bahwa bagi beberapa orang, perubahan waktu makan mungkin tidak memberikan efek signifikan jika aspek medis dan genetik berperan kuat.
6. Pola Makan Seimbang: Bukan Sekadar Waktu
Daripada terlalu fokus pada jam makan malam, lebih baik perhatikan pola makan secara keseluruhan. Berikut beberapa poin yang perlu dipertimbangkan:
-
Kualitas Makanan
Pastikan asupan gizi seimbang yang mencakup karbohidrat kompleks (nasi merah, gandum utuh, sayur, buah), protein berkualitas (ikan, telur, ayam tanpa kulit, tahu, tempe), lemak sehat (alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun), serta vitamin dan mineral. -
Porsi Makan
Mengontrol porsi sangat penting untuk mencegah surplus kalori. Meski makanan yang dikonsumsi sehat, jika porsinya berlebihan, maka kelebihan kalori tetap bisa terjadi dan memicu kenaikan berat badan. -
Frekuensi Makan
Ada orang yang lebih nyaman dengan tiga kali makan besar (pagi, siang, dan malam) ditambah camilan sehat di sela-sela. Ada pula yang menerapkan pola makan dengan porsi kecil tapi sering (5–6 kali sehari). Sesuaikan frekuensi makan dengan kebutuhan pribadi dan jadwal aktivitas. -
Ritme Sirkadian Pribadi
Meskipun secara umum ada anjuran agar tidak terlalu larut makan, setiap individu memiliki jam biologis yang sedikit berbeda. Beberapa orang merasa lebih bugar dan aktif di malam hari (night owl), sementara lainnya lebih berenergi di pagi hari (morning lark). Memahami ritme pribadi dapat membantu menentukan waktu makan yang paling efektif. -
Hindari Makan Emosional
Emosi sering memengaruhi pola makan. Pastikan bahwa rasa lapar yang muncul di malam hari benar-benar lapar secara fisik, bukan sekadar bosan, stres, atau kebiasaan semata.
7. Tips Makan Malam Sehat
Makan malam bukan hal yang harus dihindari sepenuhnya jika dilakukan dengan bijak. Berikut adalah beberapa tips untuk memastikan bahwa makan malam tidak menjadi penyebab utama kenaikan berat badan:
-
Pilih Menu Tinggi Protein dan Serat
Memasukkan sumber protein (ikan, ayam, telur, tempe, tahu) dan serat (sayur, buah, biji-bijian) ke dalam menu makan malam dapat membantu menimbulkan rasa kenyang lebih lama. Protein memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna, sementara serat membantu memperlambat penyerapan karbohidrat. -
Batasi Karbohidrat Sederhana
Makanan tinggi karbohidrat sederhana seperti roti putih, mi instan, dan makanan manis dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat. Jika ingin mengonsumsi karbohidrat pada malam hari, pilihlah sumber karbohidrat kompleks seperti nasi merah atau gandum utuh. -
Hindari Makan Terlalu Dekat dengan Jam Tidur
Usahakan memberi jarak sekitar 2–3 jam antara makan malam dan waktu tidur. Hal ini membantu tubuh mencerna makanan dengan lebih baik dan mengurangi risiko gangguan tidur. -
Perhatikan Minuman
Gula tersembunyi sering kali berasal dari minuman seperti soda, minuman kopi susu manis, atau teh manis kemasan. Usahakan untuk minum air putih, teh herbal, atau jus buah tanpa gula sebagai pendamping makan malam. -
Jaga Keseimbangan Kalori Harian
Jika Anda berencana menikmati makan malam yang lebih besar, imbangi dengan mengatur asupan kalori di pagi atau siang hari. Kuncinya adalah keseimbangan kalori sepanjang hari, bukan cuma di satu waktu makan. -
Manajemen Stres dan Emosi
Jika alasan Anda makan di malam hari adalah karena stres atau bosan, cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, membaca buku, atau olahraga ringan seperti yoga untuk mengalihkan perhatian dari makanan. -
Konsumsi Camilan Sehat jika Perlu
Bila merasa lapar sebelum tidur, pilihlah camilan sehat seperti Greek yogurt, buah potong, atau segenggam kacang-kacangan. Ini lebih baik daripada menahan lapar berlebihan yang bisa memicu keinginan makan lebih banyak di hari berikutnya.
8. Studi Kasus: Late-Night Snacking vs. Makan Malam Teratur
Sebagai contoh perbandingan:
-
Seseorang yang Teratur Makan Malam Jam 8 Malam dengan Menu Seimbang
Orang ini mengonsumsi kombinasi karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, dan sayuran hijau. Meskipun ia makan di jam yang dianggap ‘larut’ oleh sebagian orang (misalnya lewat jam 7 malam), namun total kalori hariannya masih seimbang dengan jumlah aktivitasnya. Ia juga tidur cukup dan memiliki manajemen stres yang baik. -
Seseorang yang Sering Ngemil di Atas Jam 10 Malam
Orang ini cenderung mengonsumsi makanan ringan berkalori tinggi seperti keripik, biskuit manis, atau mi instan sebelum tidur. Ia juga tidak terlalu aktif di siang hari dan sering kurang tidur karena menonton film hingga larut. Meskipun jam makan besarnya sama dengan orang pertama, kebiasaan ngemil tinggi kalori di malam hari berpotensi menyebabkan surplus kalori harian dan akhirnya mendorong kenaikan berat badan.
Contoh di atas menunjukkan bahwa bukan waktu makan malamnya yang sepenuhnya menentukan, melainkan seperti apa kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi, serta bagaimana gaya hidup secara keseluruhan.
9. Penjelasan Ilmiah Terkait Tubuh saat Malam Hari
Selain hasil-hasil studi yang sudah dipaparkan, penting pula memahami apa yang terjadi pada tubuh ketika kita tidur. Tidur adalah fase pemulihan di mana proses regenerasi sel dan produksi hormon pertumbuhan (growth hormone) sedang aktif. Terdapat kekhawatiran bahwa tubuh akan “menyimpan” semua kalori yang dikonsumsi sebelum tidur sebagai lemak.
Padahal, selama tidur pun tubuh tetap membakar kalori untuk menjalankan fungsi dasar seperti bernapas, memompa jantung, memperbaiki sel, hingga menjaga suhu tubuh. Memang benar bahwa laju metabolisme basal (Basal Metabolic Rate atau BMR) pada malam hari bisa sedikit berbeda dari siang, namun perbedaan tersebut umumnya tidak besar. Jika makanan yang dikonsumsi sesuai kebutuhan dan tidak berlebih, maka kalori tersebut akan digunakan untuk fungsi normal tubuh dan proses pemulihan, bukan semata-mata disimpan menjadi lemak.
10. Kesimpulan
Benarkah makan malam bikin gemuk? Jawaban yang paling tepat adalah tidak selalu. Kenaikan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:
-
Total Asupan Kalori yang Berlebih
Bila seseorang mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dibutuhkan tubuh, penambahan berat badan akan terjadi, kapan pun kalori tersebut masuk—pagi, siang, atau malam. -
Kualitas Makanan yang Rendah
Makanan tinggi gula dan lemak jenuh yang dikonsumsi terus-menerus—baik di malam atau siang hari—dapat memicu kenaikan berat badan dan masalah kesehatan lainnya. -
Kurangnya Aktivitas Fisik
Tanpa aktivitas yang memadai, surplus kalori mudah terjadi. Ditambah lagi, kebiasaan makan malam dalam porsi besar sering tidak disertai pembakaran kalori yang cukup. -
Kebiasaan Ngemil Larut Malam
Banyak orang sering kali menyalahartikan makan malam sebagai penyebab kegemukan, padahal yang lebih bermasalah adalah kebiasaan ngemil tinggi kalori di jam-jam setelah makan malam. -
Gangguan Tidur dan Stres
Kedua faktor ini memicu perubahan hormonal yang dapat meningkatkan nafsu makan dan keinginan mengonsumsi makanan tinggi kalori pada malam hari.
Dari berbagai hasil penelitian, termasuk studi-studi yang membahas ritme sirkadian, memang ditemukan indikasi bahwa makan lebih awal dalam sehari bisa memberikan sedikit keuntungan metabolik. Namun, perbedaan ini tidak bersifat mutlak dan sering kali masih kalah pengaruhnya dibanding total asupan kalori harian, komposisi nutrisi, serta gaya hidup keseluruhan.
Bagi sebagian orang, makan malam yang sehat, teratur, dan tidak berlebihan malah bisa membantu mengontrol nafsu makan di kemudian hari. Kuncinya adalah memilih menu bergizi seimbang, mengatur porsi, dan memastikan bahwa kalori yang masuk tidak melebihi kebutuhan energi. Selain itu, memerhatikan jam tidur, menjaga manajemen stres, dan rutin beraktivitas fisik juga berpengaruh besar terhadap pengendalian berat badan.
Jika Anda merasa ragu atau memiliki kondisi kesehatan tertentu—seperti gangguan pencernaan, diabetes, atau sedang dalam program penurunan berat badan—lebih baik konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter. Mereka dapat membantu Anda menyesuaikan pola makan, termasuk makan malam, sesuai kebutuhan dan kondisi tubuh Anda.
Akhir kata, makan malam bukanlah hal yang otomatis membuat seseorang menjadi gemuk. Mitos ini bisa jadi muncul karena kebiasaan buruk yang sering menyertai makan malam, seperti makan berlebihan, pilihan makanan yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik. Dengan memahami prinsip dasar kalori masuk vs. kalori keluar dan menerapkan pola makan yang baik, Anda tetap dapat menikmati makan malam tanpa perlu khawatir berat badan akan melonjak tajam.
Daftar Pustaka:
- Garaulet, M., Gómez-Abellán, P., Alburquerque-Béjar, J. J., Lee, Y. C., Ordovás, J. M., & Scheer, F. A. (2013). Timing of food intake predicts weight loss effectiveness. International Journal of Obesity, 37(4), 604–611.
- Jakubowicz, D., Barnea, M., Wainstein, J., & Froy, O. (2013). High caloric intake at breakfast vs. dinner differentially influences weight loss of overweight and obese women. Obesity, 21(12), 2504–2512.
- Aljuraiban, G. S., Chan, Q., Oude Griep, L. M., Brown, I. J., Daviglus, M. L., Stamler, J., ... & Elliott, P. (2015). The impact of eating frequency and time of intake on nutrient quality and body mass index: The INTERMAP Study, a population-based study. Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics, 115(4), 528–536.
- Hutchison, A. T., Regmi, P., Manoogian, E. N. C., Fleischer, J. G., Wittert, G. A., Panda, S., & Heilbronn, L. K. (2019). Time-restricted feeding improves glucose tolerance in men at risk for type 2 diabetes: A randomized crossover trial. Obesity, 27(5), 724–732.
Keterangan: Rujukan di atas merupakan acuan umum yang kerap digunakan dalam penelitian tentang waktu makan dan pengaruhnya terhadap berat badan. Dalam penerapannya, hasil setiap studi bisa berbeda tergantung populasi, desain penelitian, dan variabel kontrol lainnya. Untuk panduan medis atau nutrisi yang lebih spesifik, selalu konsultasikan dengan profesional di bidang kesehatan.
Baca Juga :