Perbedaan Metode Penelitian Fenomenologi dan Grounded Theory
Metode penelitian kualitatif semakin diminati oleh para akademisi dan praktisi karena mampu mengungkap makna, nilai, serta pengalaman individu dan kelompok secara mendalam. Di antara berbagai metode kualitatif yang tersedia, fenomenologi dan grounded theory sering menjadi pilihan utama. Kedua metode ini sama-sama menitikberatkan pada pentingnya data lapangan dan pengalaman subjektif, tetapi memiliki perbedaan signifikan dalam tujuan, proses analisis, dan keluaran akhir.
Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan antara metode penelitian fenomenologi dan grounded theory—mulai dari definisi, latar belakang, tujuan, teknik pengumpulan data, hingga kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan memahami karakteristik utama dan perbedaan keduanya, Anda dapat memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian. Artikel ini disusun secara komprehensif dan dioptimasi agar mudah ditemukan di mesin pencari (SEO-friendly), sehingga bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mendalami metode kualitatif lebih lanjut.
1. Definisi dan Latar Belakang
1.1 Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata Yunani phainómenon yang berarti “apa yang tampak” dan logos yang berarti “ilmu” atau “penalaran.” Secara sederhana, fenomenologi adalah pendekatan kualitatif yang berupaya memahami pengalaman subjektif dan makna yang diciptakan oleh individu atau sekelompok orang terhadap suatu fenomena.
- Tokoh Utama dan Sejarah Singkat
Fenomenologi berkembang sebagai aliran filsafat yang dipelopori oleh Edmund Husserl. Ia menekankan perlunya menangguhkan asumsi-asumsi (epoche atau bracketing) agar peneliti dapat melihat hakikat fenomena secara “murni.” Tokoh berikutnya seperti Martin Heidegger, Maurice Merleau-Ponty, dan Jean-Paul Sartre juga turut membentuk corak fenomenologi, menambahkan dimensi eksistensial dan hermeneutik. Dalam ranah penelitian kualitatif, fenomenologi kerap digunakan untuk memahami pengalaman hidup, persepsi, serta pandangan personal seseorang terhadap berbagai peristiwa—misalnya pengalaman pasien menghadapi penyakit tertentu, perjalanan spiritual, atau tantangan seorang guru di daerah terpencil.
1.2 Grounded Theory
Grounded theory adalah metode kualitatif yang difokuskan pada pembuatan teori (theory) yang “tertanam” (grounded) dalam data empiris. Berbeda dari metode penelitian tradisional yang sering kali dimulai dengan hipotesis teoretis, grounded theory justru memulai proses dari data lapangan tanpa kerangka teori baku di awal.
- Tokoh Utama dan Sejarah Singkat
Metode ini dipelopori oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss pada akhir 1960-an. Melalui buku The Discovery of Grounded Theory (1967), mereka menekankan pendekatan induktif: peneliti perlu “menggali” konsep-konsep langsung dari data, lalu mengembangkan kategori dan hubungan antar-kategori secara sistematis melalui proses koding (coding) hingga membentuk teori. Pendekatan ini kemudian berkembang menjadi berbagai aliran (Glaserian, Straussian, Charmazian), namun prinsip utamanya tetap sama: teori tidak boleh dipaksakan sejak awal, melainkan harus muncul dari proses analisis data lapangan.
2. Tujuan Penelitian
2.1 Tujuan Fenomenologi
- Menggali Makna Pengalaman Subjektif
Fenomenologi difokuskan pada bagaimana individu memaknai suatu peristiwa, kondisi, atau fenomena tertentu. - Mendeskripsikan Esensi Pengalaman
Peneliti mencari “hakikat” (esensi) pengalaman yang sifatnya universal, terlepas dari konteks individu yang beragam. - Menangguhkan Asumsi (Bracketing)
Peneliti berusaha menahan prasangka dan asumsi awal agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya dari sudut pandang partisipan.
2.2 Tujuan Grounded Theory
- Membangun Teori Baru
Grounded theory difokuskan untuk menyusun model konseptual atau teori yang didasarkan pada data lapangan—bukan sekadar menguji teori yang telah ada. - Memunculkan Kategori dan Konsep dari Data
Peneliti melakukan koding, kategorisasi, dan analisis berulang untuk menemukan konsep-konsep kunci. - Memahami Proses Sosial
Peneliti sering meneliti proses sosial yang berkelanjutan, misalnya cara seseorang beradaptasi, berinteraksi, atau mengambil keputusan dalam situasi tertentu.
3. Fokus dan Objek Penelitian
3.1 Fenomenologi
- Fokus pada Pengalaman dan Kesadaran Individu
Penelitian fenomenologi biasanya melibatkan pengalaman mendalam seseorang atau kelompok kecil, seperti pasien, pelaku, atau subjek yang memiliki pengalaman unik. - Objek Penelitian
Bukan budaya atau sistem nilai yang luas, melainkan interpretasi personal terhadap suatu fenomena (misalnya, “bagaimana rasanya menjadi korban bencana alam?”).
3.2 Grounded Theory
- Fokus pada Proses dan Konsep yang Muncul
Peneliti ingin mengetahui bagaimana proses tertentu terjadi, faktor-faktor yang memengaruhi, serta bagaimana setiap konsep saling berhubungan. - Objek Penelitian
Biasanya mencakup konteks sosial yang lebih luas, di mana terjadi serangkaian aksi, interaksi, dan konsekuensi yang diamati untuk kemudian ditarik menjadi teori.
4. Teknik Pengumpulan Data
4.1 Fenomenologi
- Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Menjadi metode utama untuk menangkap pengalaman subjektif dan refleksi partisipan. - Observasi (Opsional)
Terkadang digunakan, namun cenderung tidak sepenting wawancara mendalam dalam fenomenologi. - Dokumentasi Pribadi
Catatan harian, surat, atau rekaman pengalaman bisa menjadi sumber data bernilai. - Refleksi Peneliti
Peneliti menuliskan catatan tentang prasangka dan upaya bracketing, memastikan mereka tidak “mewarnai” interpretasi data dengan asumsi pribadi.
4.2 Grounded Theory
- Wawancara Mendalam
Seperti fenomenologi, grounded theory sering menggunakan wawancara terbuka atau semi-terstruktur. - Observasi
Observasi di lapangan berfungsi untuk memahami proses dan interaksi sosial yang sedang berlangsung. - Memo Penelitian (Research Memos)
Bagian penting dari grounded theory. Memo digunakan untuk mencatat ide, hipotesis sementara, dan konsep yang muncul selama koding dan pengumpulan data. - Pengumpulan Data dan Analisis Simultan
Pengumpulan data tidak berhenti sampai “semua” data terkumpul, tetapi berjalan paralel dengan proses koding dan analisis. Hal ini memungkinkan penyesuaian arah penelitian secara dinamis.
5. Proses Analisis Data
5.1 Fenomenologi
- Transkripsi Wawancara
Percakapan direkam dan ditranskrip kata-per-kata untuk dianalisis. - Identifikasi Unit Makna
Peneliti mencari potongan teks (meaning units) yang relevan dengan fenomena. Proses ini dikenal dengan istilah horizonalization. - Kategorisasi dan Tematisasi
Meaning units dikelompokkan ke dalam tema-tema yang mewakili makna pengalaman. - Deskripsi Esensi Pengalaman
Peneliti merumuskan hakikat atau esensi dari fenomena yang diteliti berdasarkan tema utama. Hasil akhir kerap disajikan dalam bentuk narasi deskriptif.
5.2 Grounded Theory
- Open Coding
Menandai segmen data (misalnya baris, paragraf, atau ucapan) untuk menemukan konsep awal. - Axial Coding
Menghubungkan konsep-konsep yang telah muncul, mencari hubungan kausal, kondisi, aksi, strategi, dan konsekuensi. - Selective Coding
Menemukan “kategori inti” (core category) yang menjadi fokus utama teori. Kemudian, kategori lain diintegrasikan untuk menyusun kerangka teori yang saling berhubungan. - Constant Comparative Method
Proses membandingkan data baru dengan konsep atau kategori yang sudah ada dilakukan terus-menerus. Analisis berhenti ketika data dianggap mencapai saturasi (tidak ada informasi baru yang muncul).
6. Hasil (Output) Penelitian
6.1 Fenomenologi
- Deskripsi Mendalam tentang Pengalaman
Laporan fenomenologi umumnya berbentuk narasi yang kaya, menampilkan kutipan partisipan, serta interpretasi tentang makna mendasar di balik pengalaman mereka. - Pemahaman Esensial
Peneliti menyoroti apa yang universal dari pengalaman tersebut (misalnya, rasa takut, harapan, atau rasa lega) dan bagaimana hal itu terstruktur dalam kesadaran subjek.
6.2 Grounded Theory
- Teori atau Model Baru
Grounded theory menghasilkan sebuah “teori substantif” atau “teori formal” yang menyajikan penjelasan tentang proses sosial tertentu. - Diagram Konseptual
Sering kali peneliti membuat diagram alir (flowchart) atau peta konsep (concept map) untuk menunjukkan relasi antar kategori.
7. Persamaan Metode Fenomenologi dan Grounded Theory
- Keduanya Pendekatan Kualitatif
Fenomenologi dan grounded theory sama-sama menekankan pada kekayaan data kualitatif, bukan sekadar angka atau statistik. - Menitikberatkan pada Data Primer
Kedua metode ini mengutamakan data langsung dari subjek penelitian, seperti wawancara dan observasi. - Peneliti sebagai Instrumen Utama
Validitas penelitian sangat bergantung pada keterampilan, ketajaman analisis, dan kepekaan peneliti terhadap konteks lapangan. - Proses Iteratif
Baik dalam fenomenologi maupun grounded theory, proses pengumpulan dan analisis data cenderung berlangsung berulang kali, bukan bertahap secara linear.
8. Perbedaan Utama Fenomenologi dan Grounded Theory
Aspek |
Fenomenologi |
Grounded Theory |
Tujuan |
Memahami makna pengalaman subjektif dan esensi fenomena |
Membangun teori atau model konseptual dari data lapangan |
Fokus Penelitian |
Pengalaman perseorangan atau kelompok kecil (subjektivitas) |
Proses sosial, interaksi, atau fenomena yang lebih luas (konsep) |
Pendekatan Analisis |
Bracketing, identifikasi unit makna, tematisasi, deskripsi esensi |
Open coding, axial coding, selective coding, hingga teori komprehensif |
Hasil Akhir |
Deskripsi mendalam tentang “bagaimana” fenomena dialami |
Teori substantif/formal yang menjelaskan hubungan antar kategori |
Akar Filsafat |
Fenomenologi filosofis (Husserl, Heidegger, Merleau-Ponty) |
Sosiologi (Glaser & Strauss) |
Contoh Penelitian |
Pengalaman pasien kanker, pengalaman spiritual, dsb. |
Proses adaptasi migran, proses manajemen konflik, dsb. |
9. Kelebihan dan Kelemahan
9.1 Fenomenologi
Kelebihan:
- Memberikan pendalaman makna yang detail terhadap pengalaman seseorang.
- Dapat mengungkap aspek-aspek subjektif yang jarang terdeteksi metode lain.
- Cocok untuk topik penelitian yang bersifat personal, emosional, atau eksistensial.
Kelemahan:
- Kesulitan Menahan Bias: Meskipun ada bracketing, peneliti tetap bisa terpengaruh prasangka pribadi.
- Generalizability: Hasil penelitian fenomenologi sulit digeneralisasi karena sifatnya sangat individualistik dan kontekstual.
- Fokus Terbatas: Hanya menyoroti pengalaman fenomenologis, bukan sistem sosial atau proses yang lebih luas.
9.2 Grounded Theory
Kelebihan:
- Teori Berbasis Data: Teori yang muncul relevan dengan realitas lapangan.
- Analisis Sistematis: Metode koding (open, axial, selective) membantu peneliti mengorganisir data secara rapi dan terstruktur.
- Fleksibel: Peneliti dapat mengubah arah penelitian ketika menemukan konsep baru di lapangan (teori emergent).
Kelemahan:
- Waktu dan Tenaga Besar: Proses koding berulang-ulang (constant comparative method) memakan waktu dan energi.
- Rentan Terhadap Bias Awal: Meski dikatakan induktif, peneliti sering kali memiliki asumsi teoretis yang secara tidak sadar memengaruhi analisis.
- Varian Metode: Ada beberapa aliran (Glaserian, Straussian, Charmazian), dan masing-masing punya pedoman sedikit berbeda, berpotensi membingungkan peneliti pemula.
10. Kapan Menggunakan Fenomenologi dan Kapan Menggunakan Grounded Theory?
- Gunakan Fenomenologi Jika
- Anda ingin mengetahui bagaimana individu memaknai suatu peristiwa atau pengalaman spesifik.
- Topik penelitian menitikberatkan pada pengalaman emosional atau aspek subjektif (contoh: trauma, spiritualitas, perubahan identitas).
- Anda hendak menggali esensi fenomena dari sudut pandang orang pertama.
- Gunakan Grounded Theory Jika
- Anda ingin membangun teori atau model konseptual berdasarkan fenomena sosial tertentu.
- Penelitian memerlukan pemahaman tentang proses, tahapan, strategi, dan konsekuensi (misalnya adaptasi, inovasi, manajemen konflik).
- Anda siap melakukan analisis data yang iteratif dan berulang dengan metode koding yang terstruktur.
11. Contoh Penerapan di Dunia Riset
- Bidang Kesehatan
- Fenomenologi: Menelaah bagaimana pasien merasakan efek psikologis selama masa pemulihan pascaoperasi.
- Grounded Theory: Menyusun teori tentang bagaimana tenaga kesehatan merumuskan kebijakan rumah sakit dalam menangani pasien dengan penyakit menular baru.
- Bidang Pendidikan
- Fenomenologi: Menggali pengalaman seorang guru baru di pedalaman, memahami tantangan dan pemaknaan mereka terhadap profesi guru.
- Grounded Theory: Membangun teori tentang proses adaptasi mahasiswa asing di universitas internasional, mulai dari pendaftaran hingga kelulusan.
- Bidang Sosial-Budaya
- Fenomenologi: Mengurai makna di balik pengalaman diaspora yang merayakan hari raya di negara lain.
- Grounded Theory: Menjelaskan tahapan pembentukan identitas budaya pada generasi kedua imigran.
- Bidang Bisnis dan Manajemen
- Fenomenologi: Menganalisis bagaimana seorang manajer memaknai kegagalan atau kebangkrutan perusahaan.
- Grounded Theory: Mengembangkan teori tentang proses pengambilan keputusan strategis di startup teknologi.
Fenomenologi dan grounded theory adalah dua metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yang berbeda. Fenomenologi berfokus pada penggalian makna pengalaman subjektif, menekankan bracketing dan deskripsi esensi. Sementara itu, grounded theory lebih berminat pada pembentukan teori berbasis data induktif, menggunakan metode koding berulang dan konstan (constant comparative method).
Meskipun memiliki kesamaan dalam penggunaan data primer (wawancara, observasi) dan pendekatan yang iteratif, perbedaan tujuan (memahami pengalaman vs. membangun teori) menjadikan kedua metode ini cocok untuk tipe pertanyaan riset yang berbeda. Dengan memahami karakteristik, kelebihan, dan kelemahan masing-masing, peneliti dapat menentukan metode mana yang paling relevan bagi proyek penelitian mereka.
Fenomenologi: Cocok bila ingin memahami bagaimana individu merasakan dan memaknai suatu fenomena.
Grounded Theory: Tepat bila penelitian berupaya merumuskan teori atau model tentang proses sosial tertentu.
Baca Juga :